Dita berusia sepuluh tahun. Dia murid kelas 4 SDN Mutiara Harapan. Rumahnya lumayan jauh dari sekolah. Kalau naik angkot, ongkosnya seribu pulang pergi. Pas betul dengan uang pemberian ibunya setiap hari. Jadi ia tak bias jajan seperti kawan-kawannya. Pernah ia membujuk ibunya agar menambahi uangnya yang seribu itu. Tetapi ibunya bilang “Dita, daripada jajan diluar mending kamu sarapan saja yang kenyang”.
Dita tidak membantah, karena ia juga kasihan melihat ibunya sendirian mencari nafkah, ayahnya sudah lama meninggal.
Sekali waktu, dita ingin sekali ikut jajan bersama kawan-kawannya. Alhasil dita pun pulang berjalan kaki. Tetapi, minta ampun capeknya. Lebih-lebih sewaktu pulang. Saat matahari sedang terik-teriknya.
Lalu dia ingat pada sepeda tua yang ada di dalam gudang. Sepeda itu dulu dipakai ibunya berjualan, namun karena kurang menguntungkan ibu Dita berhenti berjualan. Dita sendiri sudah mahir mengendarai sepeda itu, sebelum mengalami banyak kerusakan.
Ibunya segera setuju pada rencana Dita untuk menggunakan sepeda itu kembali. “biar nanti ibu minta tolong mang kubil “, kata ibunya. Esok paginya Dita mengantar sepeda itu ke bengkel mang Kubil yang memang tidak jauh dari rumah Dita. Sorenya sepeda itu sudah rampung. Dan esok harinya lagi, Dita langsung menggunakannya ke sekolah.
Tetapi apa yang terjadi? Begitu Dita memarkir sepedanya, segera beberapa anak merumuni dan sepeda Dita pun jadi pusat perhatian. Memang disbanding sepeda anak-anak yang lain, sepeda Dita sangat berbeda. Sepeda lainnya tampak mungil, ramping dengan cat yang beraneka warna. Sementara sepeda Dita tampak perkasa dengan bentuk yang lebih tinggi, lingkaran roda yang besar, dan yang lebih mencolok lagi cat nya yang sudah kusam dan kelihatan sudah sangat tua.
Anak-anak yang mengerumuni sepeda itu juga mengolok-olok sepeda Dita, “sepeda itu warisan tujuh turunan ya, hhahahaa” kata seorang anak. Lalu anak yang lain menimpali “mungkin itu dari zaman dinosaurus wkwkwk”.
Hati dita sangat sedih dan bercampur marah, ingin rasanya ia menonjok teman-temannya yang menghina dia. Untunglah dating Ibu Lina, guru kelas Dita. Ibu Suci segera mengetahui duduk perkara yang terjadi, lalu dia pun menegur anak-anak yang usil itu. “Tidak bagus mengolok-olok begitu, ini dulu sepeda bermerek terkenal. Ibu juga menggunakan sepeda seperti ini. Sepeda ini memang sudah tua jadi rupanya tidak bagus lagi. Tetapi tidak
masalah, yang perlu kan manfaatnya. Lihatlah walau dengan sepeda seperti ini, Dita dapat sampai ke sekolah tepat waktu sama seperti kalian yang lain, yang menggunakan sepeda yang baru dan bagus-bagus. Ingatlah, anak-anak ! jangan melihat sesuatu dari rupa atau bentuknya saja. Tetapi lihatlah manfaatnya, itulah yang penting” pesan Ibu Lina.
Dita betul-betul menyimpan perkataan Ibu Lina itu di dalam hatinya. Sehingga ia bisa tetap bersabar dari olok-olok temannya. Katakan saja apa yang kalian ingin katakana ujarnya dalam hati. Aku tak akan sedih atau marah lagi, yang jelas sepeda itu telah memberikan manfaat padaku dan uang pemberian ibu bisa kutabung untuk kugunakan dikemudian hari.
by : S Chairunnisa Febriani
Rabu, 31 Desember 2014
Kamis, 04 Desember 2014
Mobil dan Nasehat
Berikut adalah beberapa cerpen yang akan saya tampilkan di blog saya kali ini, yang pertama akan saya muat berjudul mobil dan nasehat. Dan cerpen yang kedua akan menyusul setelah cerpen ini selesai.
MOBIL DAN NASEHAT
Setelah bertahun-tahun bekerja keras dan menabung , akhirnya Ayah bisa membeli sebuah mobil. Sebuah mobil sedan berwarna hitam . berkat mobil itu, kami kini tidak perlu berpanas hujan lagi saat menunggu kendaraan umum.
Sangat menyenangkan, tetapi kami harus hidup lebih hemat lagi. Sebab kini ada pengeluaran tambahan untuk bensin dan perawatan mobil. Setelah ada mobil, mas tomy dan aku si bungsu, setiap sore selalu merengek mengajak ayah keliling kota. Padahal ayah masih lelah sepulang dari kerja..
Mas tito, kakak sulungku, malah minta belajar menyetir mobil. Karena mas tito sudah duduk di kelas 2 smu, ayah mengijinkannya.
Pada suatu minggu pagi, mas tomy dan mas tito membangunkanku. “ssstt… ayo ikut” bisik mereka, “kita naik mobil, mumpung ayah ibu masih tidur.”
Aku tidak membantah , tanpa cuci muka, kuikuti kedua kakaku. Agar ayah dan ibu tidak terbangun, mobil itu di dorong ke luar rumah. Baru mesinnya dihidupkan. Mobil meluncur dengan laju. Jalan masih sepi.
“Kemana kita, mama?” Tanya mas tomy pada mas tito. “Mmm… terserah papa sajalah”, jawab tito. Aku tertawa. Kedua kakakku itu meniru percakapan yang sering diucapkan mama dan papa. Hahaha,,, persis sekali. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan gembira.
Tetapi… mobil baru saja menyeberangi sebuah persimpangan, tiba2 seorang polisi lalu lintas menghentikan kendaraan kami. Ternyata mas tomy salah jalan.. karena terlalu gembira ia tidak melihat ada tanda larangan di sana. Aku hamper menangis. Mas tomy kan belum punya SIM. Kami juga tidak bawa STNK.
“hmm… kalian anak-anak rupanya ?” kata pak polisi setelah melihat kami. “kalian pasti belum punya SIM!” mas tomy mengangguk dengan wajah pucat. “ kalau begitu antar saya ke rumah kalian ,” katanya. “Orang tuamu harus segera diberi tahu”. Pak polisi segera masuk dan duduk disebelahku.
Setibanya dirumah, tampak ayah dan ibu di beranda muka. Pak polisi bersalaman dengan ayah. Tidak lama ayah pun memanggil kami.
“Tomy, Ayah sedih sekali. ayah harap kamu bisa memberi contoh yang baik kepada adik-adikmu”, kata ayah. “Juga kau, Tito… Ayah lalu terdiam sejenak. “Dan kau, HIKO…” kata Ayah padaku.
He ! aku ?? aku kan, Cuma ikut-ikut
an ‘meskipun kau masih kecil, tetapi kau sudah harus belajar mebedakan mana yang baik dan mana yang tidak, Jangan mengikuti saja”, lanjut ayah. Aku mengerti sekarang. Setlah pak polisi pulang. Kami masih tetap duduk merenung. Menyesali apa yang telah terjadi.
BY : Agner Wangitan
MOBIL DAN NASEHAT
Setelah bertahun-tahun bekerja keras dan menabung , akhirnya Ayah bisa membeli sebuah mobil. Sebuah mobil sedan berwarna hitam . berkat mobil itu, kami kini tidak perlu berpanas hujan lagi saat menunggu kendaraan umum.
Sangat menyenangkan, tetapi kami harus hidup lebih hemat lagi. Sebab kini ada pengeluaran tambahan untuk bensin dan perawatan mobil. Setelah ada mobil, mas tomy dan aku si bungsu, setiap sore selalu merengek mengajak ayah keliling kota. Padahal ayah masih lelah sepulang dari kerja..
Mas tito, kakak sulungku, malah minta belajar menyetir mobil. Karena mas tito sudah duduk di kelas 2 smu, ayah mengijinkannya.
Pada suatu minggu pagi, mas tomy dan mas tito membangunkanku. “ssstt… ayo ikut” bisik mereka, “kita naik mobil, mumpung ayah ibu masih tidur.”
Aku tidak membantah , tanpa cuci muka, kuikuti kedua kakaku. Agar ayah dan ibu tidak terbangun, mobil itu di dorong ke luar rumah. Baru mesinnya dihidupkan. Mobil meluncur dengan laju. Jalan masih sepi.
“Kemana kita, mama?” Tanya mas tomy pada mas tito. “Mmm… terserah papa sajalah”, jawab tito. Aku tertawa. Kedua kakakku itu meniru percakapan yang sering diucapkan mama dan papa. Hahaha,,, persis sekali. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan gembira.
Tetapi… mobil baru saja menyeberangi sebuah persimpangan, tiba2 seorang polisi lalu lintas menghentikan kendaraan kami. Ternyata mas tomy salah jalan.. karena terlalu gembira ia tidak melihat ada tanda larangan di sana. Aku hamper menangis. Mas tomy kan belum punya SIM. Kami juga tidak bawa STNK.
“hmm… kalian anak-anak rupanya ?” kata pak polisi setelah melihat kami. “kalian pasti belum punya SIM!” mas tomy mengangguk dengan wajah pucat. “ kalau begitu antar saya ke rumah kalian ,” katanya. “Orang tuamu harus segera diberi tahu”. Pak polisi segera masuk dan duduk disebelahku.
Setibanya dirumah, tampak ayah dan ibu di beranda muka. Pak polisi bersalaman dengan ayah. Tidak lama ayah pun memanggil kami.
“Tomy, Ayah sedih sekali. ayah harap kamu bisa memberi contoh yang baik kepada adik-adikmu”, kata ayah. “Juga kau, Tito… Ayah lalu terdiam sejenak. “Dan kau, HIKO…” kata Ayah padaku.
He ! aku ?? aku kan, Cuma ikut-ikut
an ‘meskipun kau masih kecil, tetapi kau sudah harus belajar mebedakan mana yang baik dan mana yang tidak, Jangan mengikuti saja”, lanjut ayah. Aku mengerti sekarang. Setlah pak polisi pulang. Kami masih tetap duduk merenung. Menyesali apa yang telah terjadi.
BY : Agner Wangitan
Langganan:
Postingan (Atom)