Jumat, 11 April 2014

3. Prospek Dan Tantangan Hukum Internasional Di ASEAN Dan Indonesia Pasca Piagam ASEAN Dari Sisi Perjanjian Internasional


 Eddy Pratomo
Direktorat Jenderal Hukum Dan Perjanjian Internasional
Gedung Utama Lantai 11, Jl. Taman Penjambon No. 6 Jakarta


Piagam Asean Sebagai Hukum Nasional Indonesia

Dengan diratifikasinya Piagam ASEAN oleh Indonesia, maka Piagam ASEAN telah secara resmi menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Beberapa implikasi hukum Piagam ASEAN bagi Indonesia, utamanya adalah pengakuan ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional yang mempunyai kapasitas hukum dalam kaidah hukum nasional Indonesia. Kapasitas hukum dimaksud adalah antara lain (i) membuat kontrak (ii) menjualbelikan properti dan (iii) hak untuk menuntut dan dituntut di muka pengadilan. Seberapa jauh sebuah organisasi internasional dapat dituntut di muka pengadilan Indonesia atau apakah sebuah organisasi internasional dapat memiliki tanah di Indonesia adalah beberapa pertanyaan mendasar yang belum dapat dijawab oleh hukum Indonesia saat ini. 

Selain itu, implikasi hukum lainnya adalah tentang hak kekebalan dan keistimewaan ASEAN di Indonesia. Secara khusus Indonesia belum memiliki hukum yang mengatur tentang organisasi internasional. Hukum Indonesia yang berkaitan dengan hak kekebalan dan keistimewaan sebuah organisasi internasional masih tersebar dalam peraturan yang lebih umum, seperti Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional dan Perjanjian-Perjanjian Tuan Rumah atau Host Country Agreements terkait yang pada titik tertentu berbenturan dengan peraturan lain seperti contohnya antara lain peraturan pajak dan imigrasi. 

Bagi Indonesia, prospek dan tantangan hukum internasional pasca Piagam ASEAN dapat ditilik dari dua segi, yaitu segi internal dan segi eksternal. 

Untuk segi internal, hukum Indonesia akan dipengaruhi oleh hukum internasional, khususnya hukum organisasi internasional. Hukum Indonesia harus dapat menjembatani antara kepentingan hukum internasional dan kepentingan hukum nasionalnya. Untuk segi eksternal, praktik Indonesia sebagai tuan rumah untuk ASEAN akan dilihat oleh mayarakat internasional, khususnya masyarakat ASEAN dan bukan suatu yang mustahil akan menjadi padanan internasional yang nantinya akan bermuara pada sebuah kebiasaan internasional yang diakui dan dicontoh oleh masyarakat internasional. Jika hal ini terjadi maka, dapat dikatakan Indonesia ikut serta secara langsung dalam membentuk hukum internasional melalui kebiasaan hukum internasional atau customary international law.

Penutup

Dengan Piagam ASEAN, ASEAN telah berubah dari organisasi yang longgar menjadi organisasi yang berdasarkan aturan ataurules-based organisation. Hal ini secara otomotis memberikan dampak kepada perkembangan hukum internasional, khususnya di kawasan ASEAN mengacu kepada status Piagam ASEAN sebagai perjanjian internasional yang menjadi salah satu sumber hukum internasional. Dalam konteks ASEAN, keberadaan Piagam ASEAN diharapkan dapat menjadi sebuah percepatan dalam mewujudkan visi masyarakat ASEAN 2020.
           
Bagi Indonesia sendiri, prospek dan tantangan hukum internasional pasca Piagam ASEAN dari sisi perjanjian internasional terbagi menjadi dua segi, yaitu segi internal dan eksternal. Untuk segi internal Indonesia perlu untuk melakukan pembenahan hukum yang mengatur tentang organisasi internasional. Indonesia dalam hal ini dipengaruhi oleh hokum internasional. Sedangkan untuk segi eksternal, posisi Indonesia sebagai tuan rumah dari ASEAN dapat mempengaruhi  perkembangan hokum internasional, khususnya berkenaan tentang hukum organisasi internasional.


Daftar Pustaka

Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, Cambridge University Press, 2000
Jan Klabbers, The Concept of Treaty in International Law, Martinus Nijhoff
Publishers, 1996
John O’Brien, International Law, Routledge Cavendish, 2001
Rudiger Wolfrum,dan Roben, Volker, Developments of International Law in
Treaty Making, Springer, 2005
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian, 1969
Piagam Association of Southeast Asian Nations, 2007
Piagam Organisation of African Union, 1963
Piagam Organisation of American States, 1948
Piagam Organisation of Islamic Conference, 1974
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1945
Statuta Mahkamah Internasional 1945
Undang-Undang No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the
Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara)
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional
Deklarasi Bangkok, 1967
Deklarasi CEBU tentang Cetak Biru Piagam ASEAN
Deklarasi Kuala Lumpur, 2005
Summary Records of High Level Legal Experts Group Meetings, 2008
Terms of Reference of Eminent Persons Group on the ASEAN Charter,
2005
Terms of Reference of High Level Legal Expert Groups on the Follow-up
to the ASEAN Charter, 2008
Terms of Reference of High Level Panel on an ASEAN human rights body,
2008
Terms of Reference of High Level Task Force on the Drafting of the ASEAN
Charter, 2005


Nama kelompok :
1. Halasson Christian O S   (28212139)
2. Junian Rahmat                (24212004)
3. Norita                            (25212372)




1. Prospek Dan Tantangan Hukum Internasional Di ASEAN Dan Indonesia Pasca Piagam ASEAN Dari Sisi Perjanjian Internasional


Eddy Pratomo

Direktorat Jenderal Hukum Dan Perjanjian Internasional
Gedung Utama Lantai 11, Jl. Taman Penjambon No. 6 Jakarta

Abstrak

Setelah pembentukan Asian Charter, agenda yang Asean akan bahas adalah bahwa pelaksanaannya sangat membutuhkan kemauan politik yang kuat dan kerangka pendukung yang memadai. Untuk Indonesia, prospek dan tantangan bagi pelaksanaan piagam ini sebagian besar dalam bentuk reformasi hukum yang berkaitan dengan hukum organisasi internasional. Dari perspektif internasional, posisi Indonesia sebagai tuan rumah dari kantor pusat Asia secara signifikan dapat mempengaruhi perkembangan hukum internasional, terutama pada hukum organisasi internasional.


Pendahuluan

Sejak didirikan tahun 1967 yang lalu eksistensi ASEAN sebagai organisasi internasional ditingkat internal (regional) maupun eksternal (internasional) belumlah memuaskan. Personalitas Internasional serta tingkat integritasnya sangat rendah dibandingkan organisasi-organisasi regional yang lain terlebih European Union. ASEAN memiliki The High Council untuk menyelesaikan sengketa international antar anggotanya. Namun belum pernah sekalipun lembaga ini digunakan. Penerapan prinsip non intervensi yang sangat kaku juga ketiadaan pengadilan HAM regional sebagaimana dimiliki organisasi regional lainnya merupakan sebagian factor penyebabnya. Masalah liberalisasi perdagangan tingkat regionalpun juga banyak memiliki permasalahan. Menghadapi semua permasalahan di atas kesepuluh negara anggota mengupayakan penguatan ASEAN dengan menyusun ASEAN CHARTER. 
Sebagian pihak menyatakan bahwa ASEAN akan lebih diperhitungkan pasca Piagam. Namun demikian sebagian pihak yang lain menyatakan kepesimisannya bahwa tidak banyak perubahan yang dibawa oleh Piagam. ASEAN akan tetap seperti sebelumnya, tidak memiliki wewenangan untuk menindak negara anggota yang melakukan pelanggaran hukum internasioal. Akhir tahun ini kesepuluh negara anggota telah meratifikasinya sebagai syarat dapat diberlakukannya Piagam tersebut. 

Sejarah Piagam Asean

Piagam ASEAN sebagai perjanjian internasional1 lahir dari rangkaian proses panjang negosiasi. Rangkaian proses panjang negosiasi dapat dilihat, antara lain, dari pembentukan Deklarasi Kuala Lumpur tentang Pembentukan Piagam ASEAN pada tanggal 12 Desember 2005, Eminent Persons Group on the ASEAN Charter atau EPG3 dan High Level Task Force on the Drafting of ASEAN Charter atau HLTF. Proses panjang negoisasi juga membuahkan Travaux Preparatoirs atau dokumen-dokumen persiapan dari Piagam ASEAN mencakup dan tidak terbatas pada Catatan Kesimpulan atau Summary Records dari EPG, HLTF, Kesepakatan II Bali, Deklarasi Kuala Lumpur tentang Pembentukan Piagam ASEAN dan Deklarasi Cebu tentang Cetak Biru Piagam ASEAN. 
Setelah proses negosiasi di tingkat regional dapat dilewati yang menghasilkan penandatangananPiagam ASEAN, proses berikutnya adalah ratifikasi dari setiap negara anggota ASEAN. Proses internal ratifikasi pun bukanlah hal yang mudah. Tercatat setidaknya ada tiga negara anggota ASEAN yang menyerahkan instrumen ratifikasi pada waktu yang relatif dekat dengan batas waktu rencana awal tanggal keberlakuan Piagam ASEAN yaitu pada Pertemuan Ke-14 Kepala Negara ASEAN, 14 Desember 2008 di Thailand. Di Indonesia, proses ratifikasi melalui Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (Komisi I DPR) mempunyai arti tersendiri. Peran pro-aktif dan kritis dari anggota Komisi I DPR dalam membedah Piagam ASEAN sedikit banyak memberikan masukan bagi pihak Pemerintah untuk lebih jauh mempersiapkan tindak lanjut dari Piagam ASEAN.
Keberadaan Piagam ASEAN memberikan kerangka hukum dan institusional bagi ASEAN untuk berkembang ke arah sebuah komunitas bersama yang mengedepankan antara lain perdamaian, keamanan, stabilitas, pertumbuhan ekonomi berlanjut, kesejahteraan dan kemajuan sosial.

Tindak Lanjut Piagam Asean

Sebagai tindak lanjut penandatanganan Piagam ASEAN, para Menteri Luar Negeri ASEAN telah menyepakati antara lain untuk membentuk sebuah kelompok kerja yang bertugas untuk membahas isuisu hukum yang mungkin muncul dalam pelaksanaan Piagam ASEAN.
Kelompok kerja tersebut adalah High Level Legal Experts’ Group on the Follow-up to the ASEAN Charter (HLEG) yang beranggotakan para ahli hukum perwakilan dari setiap negara anggota ASEAN. Tindak lanjut dari Piagam ASEAN, utamanya implementasi dari setiap ketentuan Piagam ASEAN adalah prospek dan tantangan baik bagi ASEAN maupun Indonesia sendiri. Hal ini menjadi lebih menarik mengingat negara-negara anggota ASEAN dapat melakukan review terhadap Piagam ASEAN pada tahun 2013.


Nama kelompok :
1. Halasson Christian O S (28212139)
2. Junian Rahmat              (24212004)
3. Norita                          (25212372)