Korupsi menurut KBBI merupakan
penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dsb) untuk
keuntungan pribadi atau kelompoknya. Korupsi bahasa latinnya “currumpere” yang
berarti suap) menurut World Bank (1997), adalah menggunakan
keewenangan jabatan untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat individu,
mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Korupsi merupakan bumerang bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi sudah menjadi tradisi sejak ratusan
tahun silam. Wakil Admiral Inggris Raya, Sir Samuel Pepys (1663-1703) telah
menulis suap dalam buku hariannya.
Tindakan
suap-menyuap pernah jaya sekitar tahun 1970-an antara sebuah negara di eropa
dengan bekas jajahannya melalui pengesahan pemberian upeti yang resmi disebut
sebagai komisi. Gunanya untuk mendongkrak daya saing (ekspor) perusahaan dalam
negeri terhadap dunia luar. Tindakan itu lalu dicontoh oleh negara-negara
tetangganya. Uang pelicin yang dibayarkan pada penguasa kelas besar dan
menengah Negara lain bekas jajahan itu dapat secara resmi dimasukkan dalam
laporan pajak tahunan, sebagai pengeluaran perusahaan.
Mengapa koruptor tidak merasa bersalah ?
Salah
satu jawaban atas perrtanyaan ini adalah karena banyak orang yang melakukannya,
berarti sesuatu yang biasa dan kebiasaan itu lantas menciptakan hak. Jika satu
dituntut, semua harus bertanggung jawab, bukankah sama dengan tidak ada yang
betanggung jawab ? persis seperti penjarahan atau pembunuhan yang dilakukan
banyak orang. Dengan melakukan beramai-ramai seolah tindakan itu sah karena
semua ikut, untuk kepentingan umum? Alasan banyak orang melakukan dijadikan
alibi tanggung jawab pribadi dan banalisasi (menjadikan biasa) kejahatan.
Kebiasaan jahat telah membungkam nurani.
Para koruptor
melupakan idiom-idiom mulia bahwa sepandai-pandai tupai melompat , suatu saat
akan jatuh juga, bahwa harta hasil maling tidak akan mendatangkan ketenteraman
dan tidak akan berakhir dengan berbuah kebaikan.
Korupsi
merupakan wujud tingkah laku tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk
memperoleh keuntungan berupa status, uang dsb. Konon untuk memperoleh jabatan
itu ada biayanya, yang dianggap sebagai kewajiban oleh pelakunya. Karena itu ,
setelah menjadi pejabat ia merasa punya hak untuk korupsi.
Tidaklah
mungkin memberantas korupsi 100 % sampai ke akar-akarnya, sama dengan pelacuran
yang tidak mungkin dapat dihabisi total. Tak ada koruptor yang rela jalan
pintasnya untuk kaya diungkit-ungkit. Kita hanya mampu mengeliminasi tingkat
korupsi sampai yang sekecil-kecilnya, sesuai upaya kita dalam bertindak dan
mengantisipasinya.
Karena
itu perlu dan harus ditambahkan serta diterapkan fungsi manajemen , yaitu
sanksi berat pada pelaku korupsi. Sanksi ini tidak cukup dengan misalnya,
mutasi(yang ibaratnya sama dengan memindahkan virus ketempat lain), melainkan
pemecatan secara tidak hormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar